Sunday, December 5, 2010

Think Positive

Windsor Locks, Connecticut
Homewood Suite Hotel by Hilton
Dec 5'10 : 3 PM

Assalamu'alaikum,

Di sela kesibukan hari ini, jari-jari ini ingin mengetik sesuatu lagi,

Hari ini diawali dengan indah, ditelpon oleh istri dan si kecil dari rumah, sungguh merupakan kebahagiaan, terlebih karena saat ini ada jarak ribuan mil yang memisahkan, Connecticut – Surabaya sungguh sangat terasa..

Perbincangan ini begitu mewah untukku, sehingga mampu mengikis sedikit demi sedikit rindu yang selalu menyelimuti hatiku.

Pagi ini ada sebuah email dari kawan, yang memperbincangkan mengenai bahwa tidak ada orang yang lemah, dan bodoh. Seketika aku teringat tentang efek pygmalion, sebuah teori psikologi tentang cara pandang seseorang , lebih khususnya cara pandang positif.

Pygmalion adalah sebuah kisah dari Romawi, oleh seorang pujangga (bila tidak salah) bernama Ovid, dikisahkan Pygmalion ini adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus.Tetapi bukan karena skill memahatnya itu ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.

Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.

Contohnya; apabila lapangan di tengah kota becek karena hujan deras yang mengguyur pada malam sebelumnya, disaat orang-orang lain mengomel. Pygmalion berkata, “Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini.”

Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan-nya berbisik, “Kikir betul orang itu.” Tetapi Pygmalion berkata, “Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu”.

Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, “Kasihan, anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya.”

Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik.. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.

Dan pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia dalam skala sebenarnya. Ketika sudah selesai, patung itu tampak seperti seorang manusia. Wajah patung itu digambarkannya sedang tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik.

Kawan-kawan Pygmalion berkata, “Ah, sebagus- bagusnya patung itu, itu hanya sebuah patung, bukan isterimu.”

Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu selayaknya seorang manusia. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dibelainya.

Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia seutuhnya.

Dan pada akhirnya Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.

Nama ‘Pygmalion’ dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

“Persepsi menjadi perilaku”, mungkin itu istilahnya..

Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang.

Pola pikir yang kurasa akan sangat bermanfaat untuk diterapkan di masyarakat kita, dimana seringkali rasa curiga dan pikiran2 buruk selalu menggoda untuk bermain2 dalam pikiran kita.

Contohnya bila kita berperan sebagai orang tua, kita harus menghindari apa yang akan katakan kepada anak kita, adalah kebiasaan dari orang tua dalam memberikan label negatif pada anak-anaknya.
Contoh yang sering terjadi adalah dengan menyebut anaknya pemalas, nakal, bandel dan label-label negatif yang lain.

Atribut ini secara bertahap akan tumbuh subur dan menjadi bagian dari perkembangan kepribadian anak. Anak akan tersugesti dan mengembangkan kepribadian sesuai dengan label yang disandangkan padanya.

Kebiasaan lain yang akan menimbulkan perasaan sakit bagi anak-anak adalah sikap orang tuaya yang suka membandingkan, mencaci, memaki dan memukul. Kerena merasa selalu salah dan disalahkan maka akibat yang terjadi kemudian adalah mereka akan diam saja, tidak berani bertanya, tidak berani mengutarakan apa-apa dan kreativitasnya pun terbenamkan.

Lain halnya yang dilakukan sekelompok peneliti dari Amerika, Rosenthal dan Jacobson, kedua peneliti ini melakukan eksperimen di beberapa sekolah dasar di US.
Dalam salah satu eksperimen tersebut, para guru diberitahu bahwa sekelompok murid-murid (sekitar seperlima dari kelas) memiliki IQ yang lebih tinggi. Secara berkala selama eksperimen tersebut dilakukan, dilakukan tes IQ.

Dan memang benar, IQ kelompok murid-murid yang diharapkan memiliki IQ yang lebih tinggi tersebut memang memiliki IQ yang secara signifikan lebih tinggi dibanding murid-murid lainnya.

Bagaimana sekolompok murid-murid yang diberitahu memiliki IQ tinggi akhirnya benar-benar menunjukkan IQ yang tinggi, menurut Rosenthal dan Jacobson, adalah hasil dari harapan guru-guru tersebut.

Secara tidak sadar, harapan-harapan tersebut mempengaruhi citra diri murid-murid itu sendiri. Kesimpulannya: walau kisah Pygmalion merupakan dongeng, namun efek Pygmalion bukanlah dongeng.. menarik bukan.

Persepsi menjadi Perilaku ...

Pada dasarnya, manusia secara alami selalu akan bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar ini termasuk juga lingkungan kongkret maupun abstrak. Lingkungan kongkret adalah segala sesuatu yang dapat kita lihat, raba, ataupun dengar. Sedangkan lingkungan abstrak adalah segala sesuatu yang tidak langsung kita lihat, raba, ataupun dengar tapi terungkap dalam sikap keseharian kita.

Secara alami, kita akan bereaksi tehadap stimuli - stimuli ini. Kita akan mempelajari segala makna yang ada. Kita bertutur kata seperti yang dicontohkan dan menjaga tindak - tanduk kita. Kita juga bereaksi terhadap harapan orang tua atau orang lain, misalnya pada saat kita diharapkan untuk jadi juara, secara tidak langsung kita berusaha untuk memenuhi harapan tersebut, tanpa kita sadari.

Semoga nanti ayah dan ibu bisa lebih memahamimu nak, dan mampu mengarahkanmu (bukan memaksamu) untuk mendukungmu menjadi pribadi yang lebih baik, amin.

Salam,
Andri S Krisnanto

1 comment:

Manik Priandani said...

Ass. Wr. Wb.
Wow...tulisan yang sangat menyentuh. Menjadi pengingat bagi saya untuk memperlakukan anak dengan lebih baik. Terima kasih atas inspirasi dan pengingatnya. Dan selamat berkarya dan terus maju, terus berbagi, dan sukses. Amin.
Wass. Wr. Wb.,

MP